Saturday, December 31

Hey, look at (Your)self !


Tinggal beberapa jam lagi menuju tahun 2017. Tentunya akan ada resolusi-resolusi baru yang ingin dicapai. Walaupun resolusi tahun 2016 masih ada yang belum tercapai.

"Kok aku kaya gini-gini aja ya?". 

Itu pemikiran saya beberapa bulan lalu. Lalu, teman saya membalas "Aku gak ah, justru lebih banyak belajar, traveling dan sebagainya". Bahkan dia "meng-hadiahi" dirinya dengan kacamata baru dikarenakan matanya yang minus (you know who you are :p)

Saya terdiam.

Sempat sedikit merasa iri (tadinya).

Sampai beberapa bulan ke depan, saya melihat post seseorang di Instagram Story. Quote bertuliskan "What's the most important thing  you've done this year? Survived"

Lalu, langsung buru-buru saya capture quote tersebut. Dibuat mikir. "Iya juga yha, hahaha" gumam saya dalam hati. Saya terlalu sibuk melihat perubahan orang lain tapi nggak peka dengan perubahan saya sendiri. Mungkin memang gak terlihat secara langsung alias harus dipikir "melihat" kebelakang.

Survived. Ya. Saya survived.

Satu kata tapi banyak makna.

Ternyata, perubahan yang ada dalam diri saya adalah mampu bertahan dengan keadaan yang ada. Mungkin sepele sih. Tapi, mungkin bagi kalian survived disini layaknya orang hidup yang mampu bertahan dalam kehidupan. Tapi, saya memaknainya bukan seperti itu. Namun, lebih ke "pembawaan diri" saya. 

Saya survived dengan keadaan yang cukup lama menjadi pengangguran. Kalau ibu hamil, udah brojol lah ini.

Saya survived untuk tidak merasa iri ketika teman-teman saya berlibur ke luar kota dengan penghasilan masing-masing sedangkan saya masih menjadi jobseeker.

Saya survived dengan kondisi keuangan dan bisnis yang ada.

Saya survived untuk berusaha tidak mengeluh seburuk apapun keadaan yang ada.

Saya survived dengan memakai hijab ini walaupun banyak sekali godaan untuk melepasnya hahaha tapi saya selalu inget alasan dan tujuan saya di artikel It's an obligation.

Saya survived untuk selalu ber-positive thinking dengan segala tekanan dan keadaan buruk.

Saya survived untuk tidak terlalu addict dengan media social. FYI, I just deactivated my Instagram.

Yaa, itu yang saya telat sadari kalau saya pun "ga gitu-gitu aja". Saya pun juga berubah. Sebelum membanggakan orang lain, ada baiknya kita melihat diri kita sendiri dulu. Kalau bukan kita yang meng-apresiasi diri kita, siapa lagi coba?

Bukan condong ke arah sombong. Tetapi untuk lebih banyak bersyukur :)



Happy New Year 2017!
Xx,

sonia

Saturday, September 10

(Lack of) Gratitude

Hari Kamis pagi tanggal 9 September 2016, saya menuju RSU kota Tangerang Selatan untuk mengurus segala berkas administrasi yang diperlukan untuk melamar kerja di sebuah instansi. Administrasi yang diperlukan dari RS ini diantaranya ialah Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani, Surat bebas Narkoba dan Surat bebas Buta Warna. Pagi itu saya sampai pukul 07.05 , terlihat di depan RS sudah terjadi antrian yang panjang. Para pengunjung yang mengantri untuk mendapatkan nomor pendaftaran. 

Singkat cerita, setelah saya mendapatkan nomor pendaftaran, saya pun duduk di ruang tunggu untuk selanjutnya dipanggil oleh pegawai loket. Selama menunggu di ruang tunggu tersebut saya melihat sekeliling ruangan. Orang-orang dari tua-muda menunggu panggilan juga. Saya terusik dengan obrolan ibu-ibu di depan saya "Iya ini dari jam 3 pagi disini, kalau ga jam segitu, ga bakal dapat antrian". Ibu tersebut ingin menuju poli penyakit dalam yang memang di batasi kuota nya. Secara tidak sadar, saya bergumam dalam hati "ya Allah.. sampai segitunya banyak orang yang bela-belain kesini berobat dari jam 3 pagi". 

Setelah saya dipanggil oleh pegawai loket dan melakukan pembayaran, saya pun langsung bergegas ke lantai 4 dimana poli MCU (Medical Check-Up) berada. Poli MCU ini digunakan untuk mendapatkan surat Keterangan Sehat Jasmani dan bebas buta warna. Di poli MCU ini saya bertemu dengan asisten dokter MCU. Yang menarik perhatian saya adalah ia seorang laki-laki yang sangat murah senyum tetapi cara berjalannya tidak sempurna. Namun beliau tetap terlihat senang.

Di poli MCU ini saya di cek tensi terlebih dahulu oleh beliau karena dokternya belum datang. Katanya baru datang jam 09.00 . Saya pun disarankan oleh beliau untuk melakukan tes lab bebas narkoba terlebih dahulu di lantai 5 (poli Napza) atau boleh makan dulu lalu kembali lagi ke poli MCU. 

Selanjutnya saya menuju lantai 5, menyerahkan formulir pembayaran kemudian duduk di ruang tunggu menunggu dipanggil. Setelah dipanggil saya pun disuruh "buang air kecil" di pot yang sudah disediakan. Setelah itu, saya kira ada tes darah (padahal hanya tes urine), jadi saya menunggu di ruang tunggu. Selama duduk diruang tunggu tersebut saya mendengar obrolan laki-laki paruh baya dengan perempuan dewasa yang berkeluh kesah atas pelayanan RS yang dirasakan. 

Tiba-tiba seorang ibu disebelah saya mengajak saya ngobrol dengan membahas pelayanan rumah sakit. Ngalor ngidul pembicaraan, saya bertanya pada beliau "ibu mau kemana?"
beliau menjawab "saya nungguin anak saya abis operasi"
"operasi apa bu?" 
"pengangkatan kista, lagi pemulihan sih".

Singkat cerita anak beliau sudah berumur 40 tahun tetapi belum menikah, kistanya setiap hari semakin membesar, saat operasi pengangkatannya, kistanya hancur. Jadi ukurannya sangat besar.
Bergumam dalam hati saya "ya Allah.. terimakasih atas nikmat sehat yang diberikan"

Dari ibu ini saya dapat pengetahuan baru, kalau setiap orang pasti punya kista. Yang saya tangkap, bagaimana kita menjaga pola makan yang sehat agar kista tersebut tidak membesar.

Setelah menunggu cukup lama di poli Napza, saya memutuskan untuk bertanya kepada petugas poli, apa ada tes lainnya ? Mereka bilang tidak ada, hasil bisa diambil besok harinya. (Tau gituuuu yahhh.. langsung ke lantai 4 atau makan dulu! hehehe )

Saya pun langsung turun lantai menuju poli MCU, menunggu sebentar di depan poli Jiwa. Beberapa menit kemudian saya dipanggil oleh asisten dokter poli MCU, dokter bertanya tentang berbagai hal menyangkut kesehatan saya apa pernah di rawat inap dsb dsb.. Setelah selesai, dokter tersebut bertanya ke saya "Kamu cuma butuh surat sakit jasmani aja? rohani engga ?" 
Saya bilang, "iya dok, jasmani aja, emang biasanya gimana dok?" 
"Yah, gatau kan itu kamu yang tau butuhnya apa saja" 

Hmm, saya yang tadinya yakin hanya tes sehat jasmani saja menjadi ragu ditanya seperti itu. Saya mikir apa rohani juga ya? Yang saya ingat sih cuma jasmani aja ga ada rohani. Mau buka website instansi  yang membuka lowongan tersebut tapi saya lagi ga ada paket data. Hmm, jadi saya yakinkan aja hanya tes jasmani. Dokter tersebut bilang kalau pakai tes rohani itu berbeda poli soalnya. Ya, poli Jiwa yang harus kita tuju.

Dengan "kelupaan" saya bahwa tidak diperlukannya tes rohani tersebut, akhirnya saya keluar RS dan berangkat menuju kampus (tadinya) untuk meminta berkas administrasi lainnya. Sebelum saya keluar dari RS itu, saya sempat membeli pulsa terlebih dahulu. Di perjalanan di dalam angkot akhirnya saya membuka website yang dimaksud. Ternyata dibutuhkan tes rohani. Alamakkk! untung belum begitu jauh. Saya langsung turun dari angkot dan naik kembali angkot yang menuju ke RS. 

Saya mendaftar ulang, kali ini untuk tes rohani di poli Jiwa. Setelah membayar pendaftaran, saya memberikan formulir pembayaran kepada asisten dokter di poli Jiwa. Asisten tersebut memberikan saya note harus melakukan pembayaran lagi sebesar Rp 250.000.

Dalam hati saya bilang "Duh, uangnya gacukup lagi!" Akhirnya saya mencoba menghubungi ibu saya untuk minta tolong transfer uang sejumlah tersebut. Karena di RS ini jam kerja poli nya hanya sampai jam 11.00. Saya mulai panik, mepet banget waktunya. Setelah ibu saya transfer saya langsung melakukan pembayaran lagi dan kemudian langsung menuju ke poli Jiwa.

Saya sebenarnya agak aneh mendengar adanya poli Jiwa. Apa yang dilakukan dokter di dalam ruangan, kenapa bisa ada begitu banyak pasien di ruang tunggu yang kelihatannya normal-normal saja, yang maksud saya, poli Jiwa ini mungkin harusnya ada di bagian rumah sakit Jiwa. Tapi, saya mulai mengetahui setelah saya berada di dalam ruangan seperti apa fungsi dari poli ini.

Memasuki ruangan poli Jiwa, saya bertemu dengan dokter nya, singkat obrolan dia bertanya nama saya siapa, suratnya diperlukan untuk apa dan saya di berikan selembar kertas yang berisi 8 kotak gambar yang harus diteruskan (seperti tes gambar). Sembari saya mengerjakan gambar tersebut, dokter menerima pasiennya. Pasien pertama seorang pria kira-kira umurnya berkisar antara 35-40 tahun. Dokter bertanya bagaimana kabarnya dan menyarankan pasiennya untuk melakukan suntik. Dalam hati saya bilang " hahh, suntik apaan? kenapa ini orang?" Kemudian, dokter tersebut seperti memulai perbincangan pada pasien pertama yang intinya menanyakan sering stress atau tidak. Pasien tersebut bercerita kalau ia mempunyai bisnis takoyaki yang bukanya pada sore hari dan suka bermasalah dengan pedagang lain sehingga menyebabkan ia stress. Dokter selalu menenangkan dengan memberi motivasi, saran dsb. 

Saya masih sibuk dengan selembar kertas kotak gambar. Pasien kedua masuk ruangan. Kali ini pria muda dengan umur sekitar 20 tahun an. Secara fisik ia terlihat sehat bahkan sangat ceria. Dokter menanyakan bagaimana kabarnya. Beberapa menit kemudian dokter menanyakan luka yang terdapat pada tangan pasien kedua tersebut. Dokter bertanya apakah pasien tersebut memakai lagi.

Awalnya saya belum begitu "ngeh" apa yang dimaksud oleh dokter. Tetapi mengikuti alur perbincangan mereka saya mulai paham. Pria muda ini berusaha ingin sembuh. Lalu pembicaraan semakin jauh seperti mereka sama-sama mengetahui siapa-siapa saja yang bersangkutan dalam menjerumuskan si pasien, bagaimana pasien bisa mendapatkan barang dsb dsb.

Pasien kedua ini sampai-sampai berkata kalau Alhamdulillah orangtuanya masih sanggup untuk membiayai nya sampai ia "sembuh". Kurang lebih begitu.

Beberapa saat kemudian, pasien ketiga pun masuk. Kali ini entah sepasang suami isteri atau ibu anak. Yang kelihatan sakit adalah laki-lakinya. Wajahnya pucat pasi. Saya tidak tahu pasti ia kenapa karena tidak lama kemudian saya telah selesai mengerjakan tes gambar saya dan menunggu beberapa menit sampai surat yang saya perlukan jadi.

Setelah kelar semua urusan, saya pun keluar dari ruangan dan menuju lift untuk turun ke bawah. Sesuatu yang sebelumnya hanya saya lihat di sinetron atau film, kali ini saya melihat dengan mata kepala sendiri. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Seseorang baru saja meninggal dunia. Sudah terbaring dengan kain menutupi seluruh dirinya. Dengan keluarga disebelahnya menangis penuh haru. Sedang menunggu di depan lift.

Merinding.

Ntah kenapa saya lebih merinding melihat orang yang baru meninggal ditutupi kain dibanding seseorang yang sudah dikafani. Saat itu juga saya langsung teringat orang rumah ataupun diri saya sendiri. Bagaimana kalau saya ditinggalkan oleh ibu bapak saya? Atau bagaimana kalau saya  yang meninggal ? 

Secara tidak langsung saya teringat kembali kalau dunia ini memang hanya sementara. Kalau sudah meninggal dunia ya sudahh. Tidak bisa kita melakukan dan merasakan apa-apa lagi. 

Dari hari di RS itu saya belajar untuk banyak-banyak bersyukur. Dimulai dari nikmat sehat, keluarga yang masih utuh, teman-teman yang baik, masih bisa jalan-jalan, apapun itu yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.. (yang sebenarnya saya masih sulit untuk menerapkan rasa syukur itu sendiri). Berpikir juga bahwa masalah yang kita punya tidaklah seberapa dibandingkan masalah orang lain. Sadari sajalah kalau rezeki yang kita dapetin bukan hanya berbentuk materi semata. 


"Berbaring. Lalu berpikir berapa banyak doa (permintaan) yang sudah dijawab-Nya"


Xx,
sonia

Tuesday, August 23

A Fascinating Mawun Beach, Lombok

Waaah! 

Itu kata pertama yang saya ucapkan dalam hati ketika sampai di pantai Mawun. Pantai cantik yang diapit oleh dua bukit yang sedang menghijau, mengingatan saya terhadap bukit teletubbies! Perpaduan warna alam yang sangat serasi. Pantai Mawun berlokasi di di Desa Tumpak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.





Kalau kalian berkunjung ke pantai kan identiknya dengan panas teriknya matahari, tetapi tidak dengan pantai Mawun. Karena di pantai ini terdapat pohon yang rindang sehingga pengunjung  dapat merasa teduh. Tentunya juga bukit yang menghijau yang dipengaruhi oleh curah hujan. Apabila musim kemarau, bukit tersebut juga mengering sehingga menyebabkan warnanya kecoklatan.





Perjalanan menuju pantai Mawun ini kami tempuh dengan sepeda motor melalui jalan yang berlika-liku dengan kondisi jalan aspal yang baik (karena pemerintah sedang giat-giatnya memperbaiki akses jalan demi keberlangsungan pariwisata Lombok). Dalam perjalanan tersebut kami disuguhkan pemandangan yang layaaaaak sekali untuk dipandang. Tidak menyesal untuk bisa sampai di pantai ini. Worth to visited!


Xx,
sonia

Wednesday, August 3

Learn from Kroya Waterfall

Air terjun Kroya terletak di Bali Utara, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Singaraja. Air terjun ini masih satu kompleks dengan beberapa air terjun lainnya, diantaranya adalah air terjun Aling-aling, Kembar, Pucuk, Cemara, Canging, Dedari. Tetapi kebanyakan orang-orang luar Bali hanya mengetahui air terjun Aling-aling dan Kroya. 

Hari itu kami berangkat agak siang dengan sepeda motor. Dari arah pantai Lovina letaknya tidak terlalu jauh, sampai ke lokasi ini tidak hampir satu jam. Agak bingung untuk sampai di lokasi ini, pasalnya waktu itu petunjuk jalannya belum ada dan warga sekitar pun ada yang tidak mengetahui lokasi ini. Kami hanya mengandalkan GPS dan bertanya pada orang-orang yang kami ketemui saja. Setelah beberapa menit perjalanan kami pun sampai. Ada beberapa akses jalan sebenarnya untuk bisa sampai di lokasi ini. Lokasi yang kami sampai pada saat itu yaitu dengan adanya keberadaan posko. 

Kami bertanya kepada orang yang ada di posko tersebut kemana arah untuk mencapai lokasi. Tetapi kami malah diharuskan berhenti terlebih dahulu dan membayar. Saya kira murah, toh pikiran saya hanya untuk melihat-lihat air terjun dan berenang. Tapi mereka malah menawarkan beberapa paket tour guide. Kami pun rada kesel waktu itu, kenapa malah jadi pake guide, orang cuma mau lihat-lihat aja kok. Bayar Rp 70.000/orang pula. Mereka bilang wajib banget pakai guide. Setelah mengobrol cukup lama akhirnya kami memutuskan untuk membayar. Ternyata.... (baca sampai habis.)

Setelah sampai di tempat parkir motor, kami pun berjalan beberapa meter atau kilo yah untuk sampai di air terjun Aling-aling (iya niatnya emang mau ke Aling-aling. Karena ini yang terkenal). Melewati jalan bebatuan dan anak tangga akhirnya kami sampai di air terjun Aling-aling. Pas sampai sini, jujur saya berpikir "apaan nih cuman gini doang air terjunnya?" Ga bisa buat berenang karena katanya dalam banget kolamnya. Kami cuma mengambil beberapa foto aja disini. Waktu itu awalnya udah rada ga mood karena harus menambah pengeluaran sebesar Rp 70.000. 



Air terjun Aling-aling


Tapi setelah itu, om Bob (guide kami) mengajak kami untuk menelusuri air terjun lain. Hahh baru tau! Next adalah kita sampai di air terjun Kroya. Hanya jalan beberapa menit kamipun sampai di air terjun Kroya. 

Fabia bersama om Bob (tour guide kami) di air terjun Aling-aling
Unik! Karena disini kita dapat melakukan kegiatan "slide". Iya. Meluncur di air terjun kaya main perosotan. Nah disini saya mulai paham kenapa kita harus memakai guide. Karena nampaknya kurang aman kalo kita tidak dipandu oleh guide yang sudah paham seluk beluk tempat ini. Waktu terbaik untuk mengunjungi tempat ini tentunya adalah bukan musim hujan. Karena debit air saat musim hujan sangat deras dan bisa-bisa membahayakan apabila kita melakukan kegiatan ini.

Beberapa saat kemudian kamipun berganti baju dan memakai life jacket yang sudah termasuk dalam paket tour. Saya melihat orang-orang yang "meluncur" nampak dalam berbagai perasaan. Dalam hati bilang "duh kayanya gamau nyoba aja deh!"

Jujur saya paling takut sama kedalaman di air karena gak bisa renang. Sampai giliran saya tiba, saya bilang sama om Bob, kalau saya gamau ikutan hahaha. Tapi disini om Bob meyakinkan saya dengan bilang "Ayo kamu pasti bisa, masa udah bayar segitu tapi kamu ga nyoba". 

Setelah beliau bilang begitu, saya pun berpikir ulang "Iya juga sih, kapan lagi kalau ga nyoba sekarang?"

Akhirnya saya memberanikan diri. Berjalan menuju tempat awal untuk meluncur..

Aduhh, gangerti lagi deh perasaan campur aduk banget! Arus airnya ga begitu deras tapi cukup bikin deg-degan! Kalo gasalah tinggi air terjun ini adalah 12m. Setelah diarahkan, saya pun meluncur.

1..2..3..

Hening.

Berasa jantung berhenti saat itu juga.

Hahahaha, agak lebay. Tapi itu yang saya rasain. Pas meluncur kaya tiba-tiba gak bisa napas, baca-baca doa dalam hati. Takut kenapa-kenapa..

Tidak sampai 30 detik tapi berasa lama banget. Tapi ternyata setelah berada di kolam, perasaan lega. Saya berenang secepat mungkin untuk sampai ke permukaan lagi karena entah kenapa saya selalu parno kalo di sungai atau airterjun gini pasti mikirnya selalu ada buaya hahaha padahal ga :")

Dari air terjun Kroya ini kami meluncur
Setelah meluncur, om Bob menyuruh kami untuk melakukan kegiatan lain. Yaitu jumping! Iya. Lompat dari atas ke kolam yang jaraknya kira-kira 5m atau berapa lupa. Setelah teman saya melakukannya terlebih dahulu, saya berniatan untuk tidak melakukan hal itu. Karena saya gapernah nyoba lompat-lompat kaya gini. Lagi-lagi om Bob memberikan petuahnya. Yang saya ingat dia bilang "Ayo dong, kamu pasti bisa.. Jangan takut. Itu cuma air.. Paling pantat doang yang sakit, abis itu ga. Jangan lihat ke airnya. Tapi ke arah depan (air terjun) biar ga takut terus lompat. Takut itu cuma di pikiran aja." 

Hm, okelah.. saya berpikir "Kapan lagi kalau ga sekarang?" Akhirnya saya melompat. Enak juga ternyata. Kalau sudah dibawah melihat ke atas tempat saya melompat ternyata jaraknya gak tinggi-tinggi amat. Kenapa saya takut banget ya.. Ada benarnya juga apa yang dibilang sama om Bob.

Darisini kami melompat 

Dari traveling saya belajar banyak bagaimana hidup. Dan pelajaran itu tidak lain dan tidak bukan salahsatu-nya datang dari seorang om Bob.


"You get educated by traveling"
-Solange Knowles

Xx,

sonia

Friday, July 29

One day at Tegenungan Waterfall

Mungkin air terjun ini merupakan air terjun yang paling mudah dijangkau di Bali. Karena letaknya masih berada di dataran rendah. Air terjun Tegenungan ini berlokasi di desa Kemenuh, kecamatan Sukawati, Gianyar. Hanya beberapa menit setelah melewati pasar Sukawati kita sudah bisa sampai ke lokasi tersebut. Untuk mencapai lokasi ini bisa dengan sepeda motor ataupun mobil. Setelah sampai di lokasi (tidak langsung sampai di air terjunnya sih), kita diwajibkan untuk membayar biaya kunjungan wisata. Biayanya tentu dibedakan antara wisatawan lokal dan asing. Saya lupa berapa, tapi yang jelas cukup murah kok. 


Setelah membayar, kami pun berjalan menuju pintu masuk. Bagian depan masih di dominasi warga lokal yang berjualan pakaian hingga terdapat warung-warung makan. Sampai akhirnya kita harus menuruni puluhan atau ratusan yah kira-kira (abis berasa banyak banget) anak tangga. Hm, turunnya sih ga masalah. Tapi, pas naiknya siap-siapin deh betis bakal jadi tales hahaha..

air terjun Tegenungan dilihat dari warung-warung makan

Kira-kira waktu yang ditempuh buat benar-benar sampai di air terjunnya mungkin 30 menit. Itu sih kalau jalannya cepat. Dan gak capek. Tangganya sih sudah dalam keadaan di-semen. Tapi setelah selesai menuruni anak tangga kita harus melewati jalan tanah. Jadi, kalau kalian ke sini waktu musim hujan, jalannya bisa dipastikan licin dan becek. Kita ga bakal bosen waktu perjalanan menuju air terjun karena sekelilingnya banyak sekali tanaman hijau serta adanya aliran sungai. 

ada air terjun kecilnya 

Setelah sampai, saya agak kurang puas sebenarnya. Karena air terjunnya keruh. Lebih ke warna cokelat karena waktu itu sedang musim hujan. Tapi yaa lumayan sih! Kami pun berganti baju kemudian berenang di bawah air terjun. Debit airnya cukup deras (lumayan untuk bisa massage gratis), bawahnya pasir, arus airnya pun lumayan kencang. Jadi, hati-hati ya! Apalagi yang membawa anak kecil. 



 
   



Setelah itu, kami pun naik ke atas tebing air terjun dengan menanjak keatas dengan jalan setapak menelusuri pinggiran hutan, hati-hati karena jalanan licin dan sempit. Kalian bisa lompat dari tebingnya, tapi tidak disarankan apabila sedang musim hujan. Menurut saya sih, harus tetap dalam pengawasan warga sekitar. Ingat, safety first ya ;)


Xx, 
sonia

Sunday, July 17

Those are the dolphins: Lovina Beach

Siapa yang tidaktahu pantai yang terletak di utara pulau Dewata ini? Orang-orang mengenal pantai ini karena disini kita bisa melihat segerombolan lumba-lumba dengan mata telanjang di laut lepas.


Walaupun telat banget berkunjung kesini, tapi kami bersyukur bisa kesini untuk sekadar melihat lumba-lumba tersebut. Tentu beda rasanya menyaksikan atraksi lumba-lumba di pertunjukkan yang diadakan di Ancol dengan menyaksikan langsung di habitat aslinya. Lebih excited tentunya!


Pagi itu kami telah bersiap untuk melihat kawanan lumba-lumba, dengan menaiki perahu nelayan yang satu perahu bisa diisi oleh 4 penumpang ditambah 1 orang nelayan. Kami mendapatkan sewaan perahu ini dari orang-orang sana yang menawarkan kegiatan tersebut pada malam hari. Di daerah ini sering sekali mereka menawarkan jasanya untuk penyewaan perahu. Perahunya pun sudah memakai mesin. Dengan membayar Rp 100.000 / orang kami rasa ini cukup worth it karena pada saat itu sedang high season juga.


Setelah siap, sekitar pukul 05.30, si bapak nelayan menyuruh kami untuk naik perahu. Kami pun menaiki perahu dengan cepat. Ternyata kami satu perahu dengan 2 orang asing he he. Setelah nelayan menyalakan mesin, perahu pun dijalankan menuju ke tengah-tengah laut. Udara pagi hari di laut ternyata cukup dingin terlebih di bagian utara ini kita tidak mendapati sunrise ditambah sekeliling pantai ini dikelilingi oleh bukit dan pegunungan.


Tapi, hal yang cukup menarik bahkan yang tidak saya sangka sewaktu saya menoleh ke belakang, membelakangi arah perahu berjalan. Pelan-pelan cahaya matahari memperlihatkan keindahannya. Beneran deh bagus banget! Ga menyangka bisa lihat ini ditengah-tengah laut. Sekitar sepuluh menit kemudian, mesin perahu dimatikan. Si bapak nelayan menyebarkan pandangannya ke berbagai arah. Tidak lama, beliau menunjuk ke suatu arah sambil bilang "itu!". 



Dann... segerombolan lumba-lumba bermunculan bahkan ada yang melompat! Kami pun teriak kegirangan hahaha berasa kaya bocah lagi.


Banyak perahu yang melakukan kegiatan yang sama. Apabila satu perahu mendapati lumba-lumba yang bermunculan, perahu lain mengikuti perahu tersebut, begitu sebaliknya. Udah kaya mau perang di laut. Kejar-kejaran.. kocak banget! 

And here's the photos...












































Btw, saya gak nemuin foto yang ada lumba-lumbanya. Padahal seingat saya ada beberapa foto yang saya ambil. Tapi tenang aja.. Saya juga ada videonya!

Check this out..






Terimakasih ya sudah mampir membaca blog ini.  Hope you like it! 

*Semua foto yang saya capture di post ini #nofilter ya. Termasuk videonya juga hehehe habisnya saya ga sempat untuk edit sana-sini :)

Xx,


Sonia